Selasa, 14 Februari 2012

180 Derajat.


Aku berjalan keluar kelas. Jam pelajaran yang kuisi baru saja berakhir. Tinggal menunggui para murid berdoa akhir pelajaran, setelah itu pulang. Kuambil ponselku. Ada lima pesan berbaris. Satu pesan kubuka, lalu kubaca :

Abi Dani, habis ngajar langsung pulang ya, udah ditunggu Hakam di rumah.”

Senyumku mengembang. Anak itu telah menunggu kedatanganku. Aku jadi ingin segera pulang. Pagi hari sebelum aku berangkat mengajar, aku telah berjanji akan ada di rumah sore ini. Aku berdiri, dari jendela kelas kupandang satu persatu wajah para murid yang tengah berdoa dengan khusyuk. Teringat olehku sebuah alur yang melekat, takkan pernah bisa kulupakan.

*** *** ***
10 tahun lalu.
Aku adalah remaja berandalan tukang bikin onar. Bersama teman-temanku, kami menjelajahi dunia hitam jauh dari naungan cahaya. Mencuri, merampok, beradu cepat dengan para warga yang marah setelah salah satu dari mereka memergoki aksi kami. Tidak jarang kami terlibat baku hantam dengan petugas keamanan setempat, atau bahkan polisi, tapi kami selalu menang. Dan biasanya akulah yang menundukkan mereka.

Pada suatu malam, kami tengah memperebutkan setengah harta curian kami di meja judi. Aku keluar sebagai pemenang.
“gue menang lagi hari ini,” kataku puas penuh kemenangan.
“dasar, lo ketiban apaan sih, menang mulu dari kemaren,” temanku, Joni, mengungkapkan ketidakpuasannya.
“tauk. Ulang lagi aja dah! Jangan-jangan curang lagi lo,” jawab Ujang, temanku yang lain.
“berisik, daripada lo berdua ribut gara-gara jatah seperempat, cari lagi sendiri sana!” sentakku.
“ya kagak puas lah! Duit segini mah buat beli mie ayam semangkok kagak muat!” Ujang menyentak tidak kalah sengit.
“oke. Malem ini gue mau nyikat rumah Pak Camat,” kata Joni, disambut anggukan Ujang. Aku tertarik. “lo mau ikut gak? Tapi duit lo dibagi tiga.”

Aku tidak peduli. Aku sanggupi ajakan itu. Akhirnya, pada tengah malamnya kami bertandang ke rumah Pak Camat. Ketika suasana kampung sudah cukup sepi. Rumah Pak Camat terlihat megah dengan sorot cahaya jingga yang menyebar. Kami tergiur membayangkan berapa rupiah yang bisa kami rampas saat itu. Langsung saja, kami mulai beraksi. Aku memanjat atap rumah hingga dapat kulihat ada sebuah jendela terbuka. Tapi, seperti terkunci, aku tidak mampu bergerak. Ada sesuatu yang menahanku, saat aku mampu mencapai jendela itu.

Aku mendengar sesuatu. Suara bening khas perempuan yang tengah melantunkan nada yang indah sekali. Lebih indah dari lagu manapun. Seseorang duduk membelakangiku, memakai jilbab yang tampak seperti berwarna merah muda. Ya, dialah yang berhasil membuatku tersihir dengan suaranya. Imajinasiku melayang, mencari seperti apa wajah pemilik suara bening tersebut.

Tidak salah lagi, lantunan nada yang menyihirku itu adalah rangkaian ayat Al Qur’an, yang amat jarang -bahkan tak pernah- aku menyentuh apalagi membacanya. Selama ini, yang keluar dengan mudah dari mulutku hanya kata-kata kasar dan umpatan yang tidak enak didengar. Tanganku pun hanya merampas barang-barang berharga  milik orang lain. Semakin lama aku ada di jendela kamarnya, semakin kuat gadis itu dan ayat-ayat yang dibacanya mengunci persendianku.

Tak lama kemudian, kudengar si gadis sesenggukan. Menangis karena ayat yang dibacanya. Aku tertegun. Mana pernah aku merasa tersentuh oleh arti kitab suci itu, sampai aku bisa meneteskan air mata barang setitik. Tangisan itu membuatku semakin lumpuh. Menyadari betapa keras dan kotor hati ini.

Sementara itu, Ujang dan Joni memanggilku dari bawah.
“woy, Dani!! Budeg lo ye? Ayo turun!”
“udah dapet berapa juta?!”
“dari tadi nongkrong doang disitu. Kagak takut ketahuan lo?”

Suara mereka yang keras rupanya membangunkan warga setempat. Dari jauh dapat kudengar derap langkah banyak orang. Petugas ronda telah mengetahui lokasi kami. Dalam waktu sekejap, mereka mampu membekuk kami bertiga. Kami langsung diseret masuk kedalam rumah Pak Camat.

*** *** ***
“saya yakin anak-anak ini pelakunya pak! Kemarin yang maling di rumahnya Pak Kadir juga pasti mereka!” salah seorang petugas ronda membeberkan aksi kami di depan Pak Camat.
“langsung dibawa ke kantor polisi saja, Yah, daripada disini kita main hakim sendiri. Mereka juga sudah sering bikin masalah,” usul istri Pak Camat kepada suaminya. Yang diajak bicara hanya diam. Mungkin sudah bingung dan kehabisan akal menangani kami, trio maling ulung kota.

Aku pun diam. Pasrah terhadap apapun yang akan mereka lakukan terhadap kami bertiga. Seorang gadis dengan jilbab merah muda berdiri dibelakang istri Pak Camat. Gadis itu, yang baru saja melumpuhkanku dengan cara super halus : memperdengarkan kepada telingaku sepetik dari ayat-ayat suci. Sekarang dia ada di wilayah pandang mataku. Gara-gara dia, aku tak mampu melawan petugas ronda, ditambah kedua orang tuanya, dan kabur seperti biasa. Dia hanya menatapku dengan  tatapan teduh. Tatap mata penuh rasa kasihan itu begitu indah.

“Latifa, kamu tidur aja, nak. Udah malam,” kata sang ibu. Gadis itu berbalik tanpa kata-kata. Menghilang dibalik pembatas ruang tamu dan ruangan lain.

*** *** ***
Singkat kata, Pak Camat dan para petugas ronda akhirnya menggiring kami ke kantor polisi. Kami akhirnya dipenjara. Kedua temanku menuding akulah penyebab semua ini. Pada malam ketiga kami mendekam di penjara, aku tidak bisa tidur. Kedua temanku sudah pulas di pojok sel. Batinku tidak tenang. Aku menatap kosong pada sel yang telah sepi itu, juga pada kedua temanku. Pandanganku tertuju pada dua botol dan sebuah jarum suntik yang tergeletak di dekat mereka.

Kudekatkan posisi duduk hingga aku berada tepat disisi mereka. Aku semakin galau. Pelan tapi pasti tanganku terjulur kearah botol yang tinggal terisi setengahnya. Mungkin ini bisa nenangin aku dikit, pikirku. Botol itu sudah kupegang. Tangan terangkat, siap meneguk isinya yang orang bilang mampu menenangkan, bahkan sampai membawa terbang kesadaran entah kemana.  

Namun, sejenak aku berhenti.

Aneh.

Memoriku terjaga. Aku seperti mendengar ayat-ayat suci yang pernah singgah di telingaku. Kemudian tangisan. Setelah itu menyusul tatapan teduh gadis bernama Latifa. Bacaan Al Qur’an itu terngiang kembali, menari-nari di telinga dan otak. Betapa hangat ingatan itu, seolah-olah memelukku ditengah dingin penjara dan kegalauan. Perlahan, ketenangan menyusup senada dengan semua memori itu.

Kurasakan mataku basah. Aku tertunduk. Terisak sendirian. Meratapi apa saja yang telah kulakukan sepanjang hidupku ini. Akhirnya aku sadar akan hitamku, kelamnya dunia yang melenakan diriku. Dibalik sekat besi yang mengisolasi sel ini, remang cahaya hangat menyala dalam kalbu. Semua memori tentang gadis itulah yang membawanya padaku. Ingin aku kembali, memutar waktu dimana aku bisa merubah semuanya dari awal.

Seminggu berlalu sejak aku dan teman-temanku diseret ke penjara. Aku pergi ke musholla kampung, dan disanalah aku menyatakan tobatku. Imam musholla yang kutemui kemudian mengangkatku sebagai putranya. Dari beliaulah aku mendapat bimbingan dan pencerahan yang luar biasa berharga hingga diriku berubah seratus delapan puluh derajat.

*** *** ***
Sekarang.
Kukendalikan laju sepeda motor dalam perjalanan ke rumah. Menyusuri jalan kota yang ramai oleh kendaraan. Tiga puluh menit kemudian, aku sampai di rumahku. Setelah memarkir sepeda motor, kuucapkan salam dan masuk. Kulihat Hakam pelan-pelan berjalan mendekatiku. Selangkah demi selangkah. Kugendong tubuhnya yang kecil. Seorang wanita keluar dari dalam rumah, menjawab salamku dan mencium tanganku.

Wanita itu, tak lain dan tak bukan, adalah Latifa. Bidadari manis yang sepuluh tahun lalu telah memutar hidupku menjadi seperti saat ini.


- the end-



please comment. saya butuh saran dari siapapun yang membaca, atau yang sudi membuang waktu untuk mengunjungi blog ini, 

Kamis, 29 Desember 2011

Ayu Ting-Ting feat. Bruno Mars (parodi Lazy Song)

sekarang lagi jamannya Ayu Ting-Ting 
semua orang pada gila joged 
semua orang yang punya telepon 
Alamat Palsu jadi ringtone 
pokoknya semua demam Ayu Ting-Ting 


anak-anak ibu-ibu dan bapak pada ngefans 
tampil di tv jadi top dan beken 
ngalahin girlband juga boyband 
ceritanya tentang nyari alamat disini 
nyari sampe pagi nyatanya gak disini 
alamat palsu yang  kau kirim 


oh.. aku sedih, aku sedih 
sedih nyari alamat 


saiki lagi jamane Ayu Ting-Ting 
kabeh podo kedanan njoged 
kabeh sing podo nduwe hendpon 
Alamat Palsu dadi rington 
pokoke kabeh lagune Ayu Ting-Ting 
dadi idol 


(kemana...kemana...kemana....
ku harus mencari...kemana...) 

bocah-bocah emak-emak lan bapak podo gandrung 
ketok neng tipi dadi ngetop lan beken 
ngalahke wadon band lan lanang band 
critane wong golek alamat jare neng kene
nganti isuk jebule ora neng kene 
alamat palsu sing kekirim 


oalah, aku sedih, aku sedih 
sedih golek alamat 


(kesana kemari mencari alamat) 

sekarang lagi jamannya Ayu Ting-Ting 
semua orang pada gila joged 
semua orang yang punya telepon 
Alamat Palsu jadi ringtone 
pokoknya semua demam Ayu Ting-Ting 


kalau mau beli kasetnya 
belilah yang bajakan 
gak gak gak gak gak no no no no no... 
kalau mau beli kasetnya 
beli yang aslinya 
yeah yeah yeah yeah yeah 
yeah yeah yeah yeah yeah..... 


oh... sekarang lagi jamannya Ayu Ting-Ting 
semua orang pada gila joged 
semua orang yang punya telepon 
Alamat Palsu jadi ringtone 
pokoknya semua demam Ayu Ting-Ting 
Ayu Ting-Ting 
ting ting...ting ting... ting ting ting...
dadi idol 
dol dol... dol dol... dol dol dol... 







#maaf, ini cuma buat hiburan, bukan buat njelek-njelekin. maaf sekali lagi. 
Piiiiiiiiiiiisssssssss........

Senin, 21 November 2011

Hujan Hari Ini

mendung menyergap hari 

dedaunan kering berlarian ditengah deru angin 
meringkuk dalam penjara dingin 
desis gemelutuk rasa disiksa diri  
kala tangis langit pecah 
meraung menjadi-jadi 
pepohonan terdiam tak kuasa membendung 
bergetar jari jemari 
meraba hangat yang tersisa 


Sabtu, 22 Oktober 2011

23 Oktober 2011

hari ini latihan bikin blog. hmmm.... rame nih, temen2 ku semua pada punya ntar. ikuti aaahhhh.... :)

Minggu, 16 Oktober 2011

17 Oktober 2011

aduuuuhhh.... kemaren sempet gak bisa buka blog-ku gara-gara lupa e-mail tapi inget password-nya (lho?lho?) kepikiran juga mau bikin blog lagi, tapi bikin e-mail baru aja susahnya minta tobat. ya sudah kuurungkan niat saja ntar pas disambang, tapi tanpa sengaja pas buka translate.... huaaaa.... ada alamat e-mail-ku, baik banget aku diingetin lagi.... makasih yaaa..... 
pokoknya siapapun yang ngingetin aku yang pelupanya udah stadium 5 ini. kuucapin doomo arigatou...

Jumat, 14 Oktober 2011

My First Entry (15 Oktober 2011)

  hmmm..... ini lah kali pertama aku nulis di blog. Aku sendiri bingung mau nulis apa, mungkin... bisa puisi, cerpen, atau tulisan-tulisan kosong yang gak penting (ahahahaha.... :P). Udah lah, ntar kalo ada yang ingin kutulis pasti aku terbitin.